Kabupaten Bandung – Keputusan rotasi, mutasi, dan promosi 4 pejabat di lingkungan Pemda Kabupaten Bandung Barat (KBB) di tengah tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024, diduga melanggar sejumlah aturan dan sarat akan kepentingan politik.
Lantaran Surat Keputusan Bupati Bandung Barat Nomor: 100.3.3.2/Kepala. 560 – BKPSDM/2024 Tentang Mutasi/Rotasi Pejabat Tinggi Pratama tersebut tidak dimasukkan Persetujuan Teknis (Pertek).
Sehingga, SK Bupati Bandung Barat tersebut dinilai tidak memiliki dasar yang tepat berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagaimana ketentuan yang diamanatkan untuk pelaksanaan rotasi mutasi.
Adapun keempat pejabat yang dilantik yakni Medi dari Asisten Daerah kini menjabat sebagai Kepala Bandan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Eriska Hendrayana dari Kepala Badan Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) menjadi Kepala Bapelitbangda.
Selain itu, Rini Sartika dari Kepala Bapelitbangda menjadi Staf Ahli Bidang Pembangunan dan Keuangan Daerah, serta dr Ridwan Abdulah dari Kepala Dinas Sosial menjadi Kepala Dinas Kesehatan KBB.
Rotasi mutasi 4 pejabat ini mengantongi persetujuan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dengan surat nomor 100.2.2.6/3273/SJ. Dalam surat itu, Kemendagri berpegang pada sejumlah landasan hukum. Salah satunya surat Plt Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 20157/R-AK.02.02/SD/K/2024 tanggal 29 Juli 2024 tentang pertimbangan teknis (Pertek) mutasi pejabat pimpinan tinggi pratama di Lingkungan Pemkab Bandung Barat.
Selain itu berdasarkan surat Pertimbangan Teknis BKN, masa berlakunya mulai tanggal 29 Juli 2024 sampai tanggal 28 Agustus 2024. Artinya ada dugaan pelanggaran regulasi dalam proses rotasi mutasi 4 pejabat di Bandung Barat karena masa berlaku Pertek dari BKN telah kadaluarsa sehingga tak bisa dipakai lagi sebagai dasar pemindahan pejabat.
Hal itu sebagai mana tertuang dalam ketentuan surat Plt Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 20157/R-AK.02.02/SD/K/2024 yang ditandatangani langsung oleh kepala Plt BKN Haryomo Dwi Putranto, pada poin ketiga.
“Pertimbangan Teknis ini berlaku sejak diterbitkan hingga tanggal 28 Agustus 2024. Apabila sampai dengan tanggal dimaksud belum diterbitkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam permohonan pertimbangan teknis ini, maka pertimbangan teknis ini tidak berlaku,” tulis surat tersebut.
Sementara itu Kepala Bapelitbangda KBB, Rini Sartika yang kini dimutasi menjadi Staf Ahli Bupati Bandung Barat mengungkapkan bahwa rotasi, mutasi dan promosi pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah itu suatu yang lumrah dan biasa. Jika pelaksanaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku.
“Sebenarnya mutasi rotasi adalah hal yang biasa, namun pada lanjutannya saya menemukan bahwa rotasi mutasi yang dilaksanakan ini tidak memiliki dasar yang tepat berdasarkan peraturan perundangan-undangan dan ketentuan sebagaimana yang diamanatkan untuk pelaksanaan rotasi mutasi,” kata Rini Sartika kepada wartawan, Rabu (18/9/2024).
Dijelaskan Rini selain mal administrasi, rotasi 4 pejabat pemda Bandung Barat ini tak berkesesuaian dengan tujuan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) Manajemen Aparatur Sipil Negara dalam hal mengisi kekosongan. Lebih jauh, perombakan posisi ini hanya menambah rangkap jabatan ASN.
Misalnya, Eriska Hendrayana otomatis merangkap dua jabatan sekaligus yakni sebagai Kepala Bapelitbangda dan Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah. Hari itu, dirinya dilantik jadi Kepala Bapelitbangda dari jabatan asalnya Kepala DP2KBP3A Bandung Barat. Namun karena masih menjabat Plt Sekda, ia tak langsung menjalankan tugasnya di Bapelitbangda. Di posisi itu, ditunjuk pelaksana harian yakni Kepala Bagian Organisasi Setda, Rina Marlina.
Termasuk perpindahan Ridwan dari Dinas Sosial ke Dinas Kesehatan. Hal ini hanya menggeser kekosongan jabatan dari satu OPD ke OPD lain. Tanpa menyelesaikan masalah kekosongan jabatan di instansi lain seperti di BPSDM, DP2KBP3A, dan Dinas Sosial.
Tak cuma itu, kebijakan rotasi ini mengabaikan imbauan Bawaslu RI yang melarang kepala daerah melakukan rotasi mutasi 6 bulan terhitung sebelum penetapan pasangan calon kepala daerah oleh KPU. Hal itu diatur diatur di dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Pada Pasal 71 ayat (2), UU Pilkada mengatur bahwa kepala daerah dilakukan mengganti pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai akhir masa jabatannya, kecuali mendapatkan persetujuan tertulis dari menteri.
“Kenapa saya nyatakan demikian, mencermati isi surat keputusan bupati ini ternyata ada satu aspek penting yang tidak termasuk ke dalam surat keputusan yang dijadikan dasar untuk melakukan rotasi mutasi. Jadi, salah satu persyaratan untuk mutasi itu harus ada persetujuan teknis yang dikeluarkan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN). Dalam hal ini di SK ini Pertek tidak dimasukkan sebagai dasar untuk melakukan rotasi mutasi,” ujar Rini.
Karena diduga melanggar sejumlah aturan dalam rotasi, mutasi dan promosi, disebutkan Rini, dirinya telah melayangkan surat keberatan kepada Pj Bupati Bandung Barat, Ade Zakir Hasyim lantaran ditemukan adanya dugaan mal administrasi, sehingga SK tersebut tidak sah.
“Saya sudah melakukan beberapa pengamatan dan konsultasi terkait dengan hal ini. Rotasi mutasi ini persyaratannya antara lain adanya Pertek surat KASN sudah ada, persetujuan teknis dan persetujuan dari Kemendagri,” katanya.
Rini menegaskan, dirinya mengajukan keberatan kepada Pj Bupati Bandung Barat lantaran dirinya merupakan pihak yang dirugikan lantaran penempatan dirinya tak sesuai dengan legal formal atau sesuai dengan aturan.
“Kalau tidak ada tindak lanjut dari surat keberatan yang disampaikan kepada Pj Bupati saya akan konsultasikan lebih lanjut, namun dari beberapa saran dan melihat dari bukti-bukti tertulis dan ini sudah cukup patut untuk dilayangkan pengaduan dan permohonan pembatalan ke Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN,” tegasnya.
Lebih jauh, Rini memastikan bakal menunggu respons dari Pj Bupati Bandung Barat, namun dia berharap persoalan rotasi mutasi ini bisa diselesaikan dengan baik dan tidak harus ke PTUN.
“Tapi kalau memang ternyata hasilnya tidak sesuai dengan aturan, saya berpegang kepada aturan saja bagaimana amanat dalam persetujuan Mendagri dan ini kita langsung ke PTUN. Dalam arti, SK ini harus dibatalkan di pengadilan dan itu memiliki kekuatan hukum yang tetap. Kemarin saya layangkan surat keberatan itu karena itu menjadi salah satu SOP untuk pengajuan ke PTUN,” pungkas Rini.***